Perhimpunan Wisata Batavia di balik Swiss van Java

Kutipan buku tentang julukan Swiss van Java untuk Garut.
đź“· Sumber foto: “Vereeniging Toeristen Verkeer Batavia (1908-1942): Awal Turisme Modern di Hindia Belanda” (2007, hlm. 113).

Tak ada soal dengan Swiss van Java. Julukan bagi Garut itu telah diamini oleh sebagian besar masyarakat, entah secara sadar atau tidak. Jelasnya, dari generasi ke generasi, pengetahuan tentangnya diwariskan dengan cukup baik.

Generasi muda saat ini tak kalah gandrung dibanding generasi-generasi sebelumnya. Julukan Swiss van Java tak pernah absen disebut-sebut, mulai dari mimbar akbar hingga sekadar perbincangan warung kopi yang penuh kelakar.

Sekali lagi semua tak ada soal. Semua merupakan proses kebudayaan yang terekam dalam ingatan bersama (memory collective) masyarakat. Meski begitu, ajegnya status dari julukan Swiss van Java bagi Garut baru menjadi soal manakala dicecar dengan pertanyaan kritis.

Mengapa harus Swiss? Sejak kapan julukan itu muncul dan menyebar? Lalu siapa yang pertama kali mencetuskannya? Pertanyaan-pertanyaan ini tentu menuntut kehadiran bukti-bukti aktual sebagai malaikat penjelas.

Ada sebuah keheranan. Karya-karya awal yang cukup komprehensif perihal sejarah Garut justru sama sekali tak menyinggung Swiss van Java. Sebut saja buku Sejarah Garut dari Masa ke Masa (1984) karya Sulaeman Anggapradja dan Garoet Kota Intan: Sejarah Lokal Kota Garut Sejak Zaman Kolonial Belanda Hingga Masa Kemerdekaan (2001) karya Kunto Sofianto.

Malahan julukan itu muncul dalam tulisan-tulisan lain. Setidaknya julukan Swiss van Java terlihat pada periode 2010-2011. Semisal tulisan SR. Slamet dalam Pikiran Rakyat pada 1 Oktober 2010 berjudul “Garut, Swiss van Java Nan Memesona”; tulisan sejarawan Unpad, Fadly Rahman dalam blog pribadinya tahun 2010 berjudul “Mengenang Surganya Jawa”; dan cerpen “Ke Seberang Dermaga” karya Andrei Aksana dalam Kumpulan Cerita Pendek dari Datuk ke Sakura Emas tahun 2011.

Kurun tahun 2017-2019 julukan Swiss van Java muncul dalam buku Kota di Djawa Tempo Doeloe (2017) karya Olivier Johanes Raap. Selain itu julukan itu juga muncul dalam tulisan-tulisan surat kabar daring, semisal pikiran-rakyat.com pada 2 Oktober 2017 berjudul “Ternyata ini Awal Mula Garut Dijuluki Swiss van Java”; tirto.id pada19 Januari 2019 berjudul “Sejarah kecil di Cibatu, dari Charlie Chaplin hingga Pablo Neruda”; juga merdeka.com pada 6 Juli 2019 berjudul “Dari Ngamplang Julukan Swiss van Java untuk Garut Lahir”; dan masih banyak lagi tulisan surat kabar lainnya.

Sayangnya ikhtiar penelusuran yang dilakukan oleh kesemua tulisan itu hasilnya jauh dari kata memuaskan. Wacana yang muncul berhubungan dengan julukan Swiss van Java sekadar berkutat pada keadaan alam Garut yang serupa dengan Swiss, pengaruh karya-karya fotografis Thilly Wissenborn dan kaitan kunjungan Charly Chaplin ke Ngamplang. Kesemuanya diperumit lagi dengan tidak disertainya sumber rujukan yang jelas.

Tim Masalewat kemudian menemukan sebuah motif yang lumayan dalam tulisan Dutch Political Seeing: Tourist Guidebooks in Colonial Indonesia (2000) karya Iskandar P. Nugraha dan Vereeniging Toeristen Verkeer Batavia (1908-1942): Awal Turisme Modern di Hindia Belanda (2007) karya Achmad Sunjayadi.

Kedua penulis itu menginterpretasikan adanya pengaruh Vereeniging Toeristen Verkeer Batavia (VTV), sebuah perhimpunan wisata di Batavia yang berdiri sejak 1908. Perhimpunan ini sangat mengatur dan menentukan ke mana turis-turis akan berlibur di Hindia Belanda.

Julukan-julukan daerah wisata di Hindia Belanda seperti Switzerland van Java untuk Garut pun diduga sengaja diciptakan oleh VTV. Berisikan orang-orang yang berkecimpung di dunia usaha wisata, VTV tentu hafal betul pesona alam mana di Eropa dan di Hindia Belanda yang layak dipersandingkan keindahannya. Penciptaan tersebut jadi bagian dari upaya membentuk citra Hindia-Belanda agar serupa dengan tempat berlibur di Eropa.

Selain menciptakan julukan, pihak VTV juga memesan foto-foto alam Priangan untuk direproduksi ke dalam bentuk reklame dan kartu pos. Kebanyakan di antaranya merupakan foto-foto Thilly dari Studio Lux yang merekam alam Garut. Jelas sekali bahwa di sini penampang alam di Hindia Belanda yang dianggap “primitif” dimanfaatkan sebagai bahan jualan.

Setelah itu tentu para turis makin tertarik berkunjung ke Hindia-Belanda atas arahan VTV. Termasuk berkunjung ke Garut yang menawarkan eksotisme alamnya. Pada kasus ini, dapat dikatakan VTV memainkan peran aktif sebagai aktor di balik munculnya julukan Swiss van Java untuk Garut.

_____________________________________________________________________________________________

Oleh: Min Malega (Masalewat Garut)

Tinggalkan komentar